Langsung ke konten utama

Resensi Novel Orbit Tiga Mimpi


Orbit Tiga Mimpi menceritakan Asterion, Alejandro, dan Angkara. Ketiganya dipertemukan saat kelas sebelas. Karena dalam absensi kelas nama mereka berdekatan, maka mereka tergabung dalam kelompok tetap tugas Biologi.

Mereka awalnya tidak saling kenal, meskipun saat kelas sepuluh Aster dan Kara satu kelas, namun mereka tidak terlalu dekat alias kurang akrab. Ketiganya kemudian menjadi lebih akrab dalam pengerjaan tugas biologi, siapa sangka tumbuh benih-benih asmara pada ketiganya. Cinta.

Namun kisah di novel kedua Miranda Malonka ini tidak hanya tentang kisah cinta saja. Ini tentang mengejar angan-angan masa remaja. Sesuai dengan judulnya ‘Orbit Tiga Mimpi’, jalinan cerita di novel bersampul ungu ini pun mengisahkan mimpi masing-masing. Ambisi.

Asterion memiliki mimpi untuk eksis di bandnya yang beranggotakan dirinya dengan tiga temannya. Aster selalu memaksakan genre unik pada bandnya, pun ia selalu berusaha tampil cemerlang walaupun memaksakan nada-nada tinggi terlampaui saat ia bernyanyi. Masalah yang ia hadapi adalah ia semakin sadar bahwa dirinya kurang sesuai dengan bandnya. Kurang cocok.

Sementara Alejandro atau Ale bermimpi untuk mencapai hasil maksimal dalam olimpiade astronomi. Ia memang penggemar benda-benda langit semenjak dia kecil. Ia lalu berusaha untuk ikut kompetisi tersebut dengan menjadi anggota klub astronomi terlebih dahulu. Siapa sangka ia kewalahan, itu terjadi karena ia memang berhadapan dengan banyak perhitungan. Hal itu bukan kesukaan Ale. Ale selalu kalah jika berhadapan dengan matematika.

Berbeda halnya dengan Kara. Ia penulis tetap rubrik puisi pada mading sekolahnya. Ia selalu menulis tentang benda-benda langit. Hal yang sudah sangat ia sukai dan gemari sejak kecil. Puisi-puisinya selalu membuat teman-temannya kagum. Konflik yang ia hadapi ketika pimpinan mading bernama Scarlet memaksanya untuk mengganti tema tulisan. Ia mengalami dilema karena ia merasa ragu.

Terlebih akhir-akhir ini Kara bermasalah dengan hatinya. Ya, ia jatuh cinta pada Ale, sedangkan cowok itu mencintai Aster, sedangkan Aster seperti tidak menyadari hal itu. Masalah besar itu membayang-bayangi ketiganya, hingga satu hal besar terjadi. Pecah.

Kelebihan novel ini, Miranda sebagai penulis mampu membuat karakter-karakternya memiliki watak yang kuat sehingga cerita terasa hidup sekali. Hal ini akan membuat pembaca merasa betah saat membaca novel yang tebalnya hampir 400 halaman ini. Kembali ke pembicaraan soal karakter, karakterisasi tiap tokohnya memang kuat.

Sebut saja Aster dengan perilaku ramah dan berapi-apinya. Aster digambarkan tidak pernah sedih, murung, bahkan tidak pernah menangis. Sebuah karakter yang bisa menginspirasi banyak remaja.

Sedangkan, Ale digambarkan serius, hangat, dan cermat. Meskipun begitu, Ale tampak manusiawi sekali karena ia tidak lihai perhitungan.

Sedangkan, Kara adalah karakter yang mungkin paling dekat dengan pembaca. Dia gadis yang cenderung selalu bingung dengan jalan pikirannya sendiri.

Ia juga bukan gadis yang percaya diri seperti Aster, tetapi jangan salah, ia sangat tahu apa yang dia lakukan, dia juga tampak cerdas karena kecintaannya pada astronomi dan filsafat digambarkan detail. Kara pun pernah salah mengungkapkan kecemburuannya pada Aster dan Ale.

Lalu, hal lainnya yang merupakan kelebihan novel ini adalah pesan-pesannya yang mampu menginspirasi pembaca khususnya remaja. Pesan paling tampak adalah tentang upaya menggapai cita-cita sedini mungkin dan pencarian jati diri.

Ketiga tokoh dalam novel ini mampu menampilkan sisi tersebut lengkap dengan kegalauan mereka. Contohnya, Ale yang bingung setengah mati ketika ia dihadapkan pada kesulitan dalam perhitungan soal-soal olimpiade Astronomi, ia sebenarnya juga terampil dalam mata pelajaran Biologi. Hanya saja, sekali lagi ia dihadapkan pada dilema.

Hal tersebut  bisa memberikan inspirasi bagi remaja bahwa keputusan dalam usia muda pun harus dipikirkan matang-matang dan tidak boleh hanya tergantung pada emosi belaka. Para remaja harus sejak dini mengenal potensi, kekurangan, dan kelebihan dirinya.

Konflik cinta dalam novel ini pun mampu memberikan kesan mendalam bagi remaja. Bagaimana tidak, seperti halnya kisah cinta segitiga lainnnya, pasti karakter-karakternya dihadapkan pada kebuntuan yang membuat mereka kalang kabut.

Pada novel ini pun, pembaca akan berjumpa dengan hal itu. Namun, tenang saja karena penulis menghadirkannya dengan penuh ketegangan dan aksi-aksi yang sungguh di luar dugaan. Contohnya, saat Kara mulai menyadari bahwa ia memang jatuh hati pada Ale, ia merelakan dana penting yang diberikan dari ayahnya untuk membelikan peranti yang memudahkan teleskop Ale bekerja. Karena sebelumnya peranti teleskop tersebut rusak oleh kucing kesayangan Ale. Ale bingung dengan perlakuan Kara.

Intinya, kisah dalam Orbit Tiga Mimpi ini akan membuat para pembaca terinspirasi. Yang terpenting adalah pembaca khususnya remaja akan menemukan banyak pesan dan kesan yang sungguh mampu menghangatkan hati mereka.

Kisah ini pun memiliki banyak kejutan yang sangat sayang jika dilewatkan begitu saja. Kisahnya bisa membuka mata hati siapa saja.[]

Data Buku
Judul: Orbit Tiga Mimpi
Penulis: Miranda Malonka
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Oktober, 2017
Tebal: 380 Halaman
Sampul: Orkha Creative


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Ulasan Novel Sang Keris (Panji Sukma)

JUDUL: SANG KERIS PENULIS: PANJI SUKMA PENERBIT: GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA TEBAL: 110 HALAMAN TERBIT: CETAKAN PERTAMA, FEBRUARI 2020 PENYUNTING: TEGUH AFANDI PENATA LETAK: FITRI YUNIAR SAMPUL: ANTARES HASAN BASRI HARGA: RP65.000 Blurb Kejayaan hanya bisa diraih dengan ilmu, perang, dan laku batin. Sedangkan kematian adalah jalan yang harus ditempuh dengan terhormat. Matilah dengan keris tertancap di dadamu sebagai seorang ksatria, bukan mati dengan tombak tertancap di punggungmu karena lari dari medan laga. Peradaban telah banyak berkisah tentang kekuasaan. Kekuasaan melahirkan para manusia pinilih, dan manusia pinilih selalu menggenggam sebuah pusaka. Inilah novel pemenang kedua sayembara menulis paling prestisius. Cerita sebuah keris sekaligus rentetan sejarah sebuah bangsa. Sebuah keris yang merekam jejak masa lampau, saksi atas banyak peristiwa penting, dan sebuah ramalan akan Indonesia di masa depan. *** “Novel beralur non-linier ini memecah dirinya dalam banyak bab panja

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)