Langsung ke konten utama

Resensi Starlight (Novel Teenlit Karya Dya Ragil)


Judul: Starlight
Penulis: Dya Ragil
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 264 Halaman
Sampul: Orkha Creative
Proofreader: Abduraafi Andrian
Terbit: Cetakan Pertama, 2016

“Kamu setakut itu sama Teguh?”
…..
“Dia orang yang paling kutakuti di dunia ini.” (Lintang)
Starlight, halaman 96.

Novel ini bergenre teenlit. Menceritakan kisah yang lain daripada yang lain. Kisahnya seputar interaksi lima remaja dengan karakter berbeda-beda; Wulan seorang gadis ceria yang ceroboh juga pesimistik, Lintang kembaran Wulan yang berkarakter sedikit plin-plan namun cerdas, Teguh alias musuh Lintang yang dulunya sahabat dekat Lintang berkarakter dingin dan sering berontak, Bagas si jenius yang bermulut pedas, dan terakhir adalah Nindi si cewek yang lumayan misterius dan berwatak lumayan culas. Apa yang akan terjadi ketika kelima remaja itu berada dalam kelompok belajar yang sama?

Membaca novel ini jujur saya merasa sangata puas. Kisahnya tidak hanya seputar kehidupan remaja yang penuh warna. Namun, isinya dipenuhi banyak hal-hal bermakna. Sebut saja tentang mimpi, lalu tentang persaudaraan, tentang persahabatan pun ada, dan tentu saja romantisme tak ketinggalan. Kisah remajanya pun sangat membumi diawali dengan pemberian nama-nama karakternya yang lokal sekali, plus setting-nya di Yogya, dan tentu saja kehidupan sekolah yang tidak terlalu kompleks dan tidak juga terlalu sederhana.

Inti kisahnya sendiri berpusat pada Wulan sebenarnya. Ia ingin membuktikan kepada ayahnya bahwa ia bisa setidaknya ‘dilihat’, ya selama ini perhatian ayah selalu pada Lintang yang lebih cerdas daripada Wulan. Cewek itu selalu dianggap tidak sepenting Lintang. Maka, ketika ada seleksi olimpiade sains bidang astronomi, Wulan maju untuk membuktikan bahwa dirinya bisa. Halangan pun hadir untuk menguji keseriusan Wulan; Bagas sang jenius yang tahun lalu tembus tingkat provinsi lewat olimpiade matematika, kini ia berkecimpung di bidang yang sama dengan Wulan. Begitupun Nindi yang notabene berada di peringkat tiga di kelas (setelah Bagas pertama dan Lintang ke dua). Wulan yang hanya berperingkat belasan harus membuktikan bahwa dirinya mampu.

Banyak subkonflik lain yang sebenarnya menimbulkan tubrukan. Sebut saja konflik antara Lintang dan Teguh yang belum selesai. Jadi ceritanya begini, si Lintang ini dulunya sahabat dekat Teguh, lalu suatu hari keduanya tertimpa masalah yang merugikan keduanya. Ada hal yang menurut Teguh tidak adil terjadi  pada Lintang, hingga akhirnya kini Teguh menjauhi Lintang dan selalu memperlakukan Lintang semena-mena. Karena kejadian masa lalu itulah Lintang selalu terima-terima saja dirundung oleh Teguh. Rasanya ucapan maaf Lintang yang berkali-kali ditunjukkan kepada Teguh, sia-sia belaka dan tak bermakna.

Tema dan segala hal yang diangkat dalam novel ini sangat bagus deh kalau dibaca dan tekuni maknanya oleh kids jaman now (red. remaja kekinian). Betapa interaksi antara lima remaja dalam novel ini bukanlah hubungan yang sebenarnya tidak patut dicontoh karena mereka sering bertengkar satu sama lain. Tetapi, penulis sepertinya sengaja memunculkan hal itu dipermukaan demi sadarnya para pembaca terutama remaja bahwa banyak hal yang bisa diambil dong bahkan dari hal-hal yang tidak mengenakkan sekalipun. Tindakan-tindakan yang diambil setiap karakternya pun terbilang cukup dewasa dan yup bagus deh kalau diteladani para pembaca remaja.

Novel yang merupakan naskah pilihan web Gramedia Writing Project ini pun semakin berbobot deh dengan pengetahuan astronomi yang diselipkan di beberapa bagian. Bahkan semacam filosofi perbintangannya itu lho nancep dan pas. Sebut saja seperti perumpamaan Big Bang yang merupakan metafora Wulan, dan banyak lagi. Contohnya sebagai berikut.

“…., butuh teleskop sekaliber teleskop Hubble buat bisa lihat bintang yang nggak kelihatan dengan teleskop biasa. Kalau Sirius B nggak terlihat, itu cuma karena kualitas teleskopnya yang jelek, bukan karena Sirius B itu enggak ada.”

Wulan kembali tersenyum, “Jadi, cuma orang hebat yang bisa nyadar potensiku?”

Lintang mengangguk mantap, “Iya, orang hebat itu ada di depanmu sekarang.”

Starlight—halaman 82.


Novel ini sangat saya rekomendasikan untuk kamu baca. Ceritanya berbobot dengan banyak permasalahan yang akan mengingatkanmu tentang kehidupan remaja.[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Ulasan Novel Sang Keris (Panji Sukma)

JUDUL: SANG KERIS PENULIS: PANJI SUKMA PENERBIT: GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA TEBAL: 110 HALAMAN TERBIT: CETAKAN PERTAMA, FEBRUARI 2020 PENYUNTING: TEGUH AFANDI PENATA LETAK: FITRI YUNIAR SAMPUL: ANTARES HASAN BASRI HARGA: RP65.000 Blurb Kejayaan hanya bisa diraih dengan ilmu, perang, dan laku batin. Sedangkan kematian adalah jalan yang harus ditempuh dengan terhormat. Matilah dengan keris tertancap di dadamu sebagai seorang ksatria, bukan mati dengan tombak tertancap di punggungmu karena lari dari medan laga. Peradaban telah banyak berkisah tentang kekuasaan. Kekuasaan melahirkan para manusia pinilih, dan manusia pinilih selalu menggenggam sebuah pusaka. Inilah novel pemenang kedua sayembara menulis paling prestisius. Cerita sebuah keris sekaligus rentetan sejarah sebuah bangsa. Sebuah keris yang merekam jejak masa lampau, saksi atas banyak peristiwa penting, dan sebuah ramalan akan Indonesia di masa depan. *** “Novel beralur non-linier ini memecah dirinya dalam banyak bab panja

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)