Langsung ke konten utama

Resensi Milea: Suara dari Dilan by Pidi Baiq


Judul Buku: Milea: Suara dari Dilan
Pengarang: Pidi Baiq
Penerbit: Mizan Pustaka
Tebal : 360 Halaman
Terbit : Cetakan V, Januari 2017
Editor: Andika Budiman
Sampul: Kulniya Sally

Novel dengan kisah romasa remaja sangat berjejalan di toko buku. Banyak novel-novel yang membahas kisah percintaan pemuda-pemudi. Beberapa malah memiliki pola tema yang sama, konflik yang serupa, serta karakter-karakter dengan perwatakan hampir mirip satu sama lain. Milea: Suara dari Dilan adalah pengecualian. Novel ini ber-setting di tahun 1990-1991, rentang tahun yang terbilang zadul. Dan setting tempatnya sangat populer yaitu Kota Bandung alias Kota Kembang. Kisahnya dituturkan dari Dilan yang mana sosok remaja berandalan yang cerdas tetapi humoris. Cintanya pada Milea saat itu tak tergantikan dengan apapun. Milea pun begitu mencintainya. Sayang, ujian cinta datang bertubi-tubi baik dari dalam diri mereka sendiri, maupun masalah-masalah yang kadung rumit masuk dalam kerumitan hubungan mereka.

Dilan yang bersifat cuek, ternyata sangat mementingkan solidaritas dalam persahabatan. Ia tergabung dalam geng motor saat itu. Tentu saja, geng motor zadul berbeda dengan sekarang. Kegiatan mereka sekadar konfoi, tanpa huru-hura apalagi tindak anarkis atau kriminal. Sayang perselisihan antar geng memang hal klasik yang terjadi saat itu juga. Maka, Milea sebagai kekasih Dilan melarang keras Dilan untuk tetap beraktivitas di sana. Dilan yang keras kepala, Milea yang juga berkarakter hampir sama, buntu untuk tetap mempertahankan hubungan mereka. Berbagai cara ditempuh, apakah kedua remaja yang dimabuk asmara itu tetap akan bertahan?

Nuansa nostalgia sangat terasa saat pembaca membaca kisah Dilan dan Milea ini. Novel ini tidak hanya menekankan unsur-unsur dasar novel, namun Pidi Baiq sebagai dalang di balik kisahnya, mampu menunjukkan hal-hal unik. Salah satunya cara dia meramu chemistry Dilan dan Milea. Sungguh langka namun ajaib. Dilan selalu menunjukkan berbagai perhatian yang mengejutkan Milea. Diantaranya, mengirim hadiah ulang tahun berupa TTS yang telah diisi, atau memberikan hadiah tak secara langsung karena Dilan menitipkan pada beberapa orang.

Meskipun aroma cinta novel ini pun sangat signifikan, konfliknya pun tak bisa disepelekan begitu saja. Prinsip-prinsip Dilan dan Milea yang bertabrakan membuat cerita novel ini semakin seru. Betapa Milea mencoba peduli pada Dilan, namun Dilan sulit sekali mengedepankan perasaannya pada Milea. Dilan secara implisit menggambarkan bahwa ia tak bisa dikekang sebagai remaja lelaki yang tengah berapi-api. Terutama saat salah satu teman Dilan meninggal karena dikeroyok beberapa remaja yang disinyalir musuh geng motor Dilan. Sang Dilan remaja tidak bisa diam saat tahu hal itu, balas dendam pun direncanakan olehnya.


Novel ini dengan segala kelebihannya mampu membuat pembaca terpacu menyelesaikannya sampai akhir. Pembaca pun berpotensi terinspirasi dengan kisahnya yang berbeda dari kebanyakan novel remaja. Milea dan Dilan dengan kisah cinta mereka yang sederhana akan bisa menghipnotis pembaca untuk bisa mengerti arti cinta dengan memaknainya secara cukup dan tidak berlebihan. Sekali lagi novel ini patut menjadi koleksi pembaca dikarenakan kisahnya yang mampu mengaduk-ngaduk perasaan insan-insan dimabuk asmara.[] 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Ulasan Novel Sang Keris (Panji Sukma)

JUDUL: SANG KERIS PENULIS: PANJI SUKMA PENERBIT: GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA TEBAL: 110 HALAMAN TERBIT: CETAKAN PERTAMA, FEBRUARI 2020 PENYUNTING: TEGUH AFANDI PENATA LETAK: FITRI YUNIAR SAMPUL: ANTARES HASAN BASRI HARGA: RP65.000 Blurb Kejayaan hanya bisa diraih dengan ilmu, perang, dan laku batin. Sedangkan kematian adalah jalan yang harus ditempuh dengan terhormat. Matilah dengan keris tertancap di dadamu sebagai seorang ksatria, bukan mati dengan tombak tertancap di punggungmu karena lari dari medan laga. Peradaban telah banyak berkisah tentang kekuasaan. Kekuasaan melahirkan para manusia pinilih, dan manusia pinilih selalu menggenggam sebuah pusaka. Inilah novel pemenang kedua sayembara menulis paling prestisius. Cerita sebuah keris sekaligus rentetan sejarah sebuah bangsa. Sebuah keris yang merekam jejak masa lampau, saksi atas banyak peristiwa penting, dan sebuah ramalan akan Indonesia di masa depan. *** “Novel beralur non-linier ini memecah dirinya dalam banyak bab panja

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)