Langsung ke konten utama

[Review] Di Kaki Bukit Cibalak by Ahmad Tohari



Bukit Cibalak tahun 1970 tidak seindah dulu, banyak perubahan di sana-sini yang semakin membuat penampakan alam semakin tergerus keelokannya. Di kaki Bukit Cibalak sendiri, seorang pemuda berusia 24 tahun bernama Pambudi tengah bergelut dengan konflik-konflik yang lumayan pelik. Pam, sapaan akrabnya, terjerumus ke dalam kasus yang sangat-sangat membuatnya kerepotan. Ia difitnah oleh lurah desa yang merupakan orang nomer satu di kawasan tempat tinggalnya.

Novel ini merupakan karya kesekian Ahmad Tohari. Di Kaki Bukit Cibalak mengisahkan konflik yang terjadi pada Pambudi, pemuda sangat alim dan lurus. Terlebih ia cerdas dan berbudi. Pambudi dulunya adalah pegawai koperasi lumbung Desa Tanggir. Ia bekerja ulet dan jujur. Sayang, lurah baru melakukan kecurangan pada perhitungan lumbung padi yang mengakibatkan penduduk desa mengalami kerugian. Pam yang tidak sejalan memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan melalangbuana ke Kota Yogya. Ia kuliah di kota pelajar tersebut sekaligus bekerja.

Idealisme Pambudi tampak saat ia membantu seorang warga Desa Tanggir. Warga tersebut mengidap kanker di lehernya dan pemerintah desa tidak bisa berkutik dikarenakan terlalu pelit untuk memberikan pinjaman pada warga tersebut. Dikarenakan sang warga miskin itu masih menunggak hutang, maka pemerintah Tanggir enggan memberi pinjaman. Pam mengambil sikap tegas dengan membawa warga tersebut ke kota. Ia menghubungi salah satu media cetak di sana untuk membuat iklan dompet sumbangan. Usahanya berhasil, warga tersebut tertolong.

Saat itulah pemerintah Desa Tanggir merasa iri. Didorong rasa risih juga karena ditegur bupati dan camat, sang lurah desa bahkan hampir berhasil mengguna-guna Pambudi. Untung saja pemuda itu selamat dari guna-guna lurah.

Novel ini mengajak pembaca untuk membuka mata bahwa korupsi telah menjalar bahkan ke sendi-sendi penopang negeri, yaitu desa. Lewat novel ini pembaca akan sadar bahwa negeri ini bahkan tak kunjung lebih baik karena di desa pun terjadi banyak penyelewengan.

Tak pelak, pembaca seharusnya tersentuh dengan karakterisasi Pambudi yang idealis. Sosok Pambudi memang terasa komikal, namun kehadirannya dalam novel penuh konflik ini seakan memberikan tanda bahwa di dunia nyata pun seharusnya masih ada sosok-sosok Pam yang bersih dan masih memegang prinsip bahwa korupsi tidak seharusnya ada dan dilestarikan.

Ahmad Tohari sebagai penulis mencoba memengaruhi pembaca untuk berlaku positif. Selain mengajak pembaca menjadi sosok idealis seperti Pambudi, Tohari juga seakan-akan membisikkan pada pembaca semua bahwa kearifan desa perlu dijaga, karena novel ini sungguh menggambarkan desa di kaki Bukit Cibalak yang masih asri meskipun semakin lama semakin tersampingkan modernitas. Di Kaki Bukit Cibalak sangat direkomendasikan dibaca pencinta sastra Indonesia.

IDENTITAS BUKU

  Judul: Di Kaki Bukit Cibalak
  Penulis: Ahmad Tohari
  Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
  Terbit: Cetakan Kelima, Maret 2015
  Tebal: 170 Halaman


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Ulasan Novel Sang Keris (Panji Sukma)

JUDUL: SANG KERIS PENULIS: PANJI SUKMA PENERBIT: GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA TEBAL: 110 HALAMAN TERBIT: CETAKAN PERTAMA, FEBRUARI 2020 PENYUNTING: TEGUH AFANDI PENATA LETAK: FITRI YUNIAR SAMPUL: ANTARES HASAN BASRI HARGA: RP65.000 Blurb Kejayaan hanya bisa diraih dengan ilmu, perang, dan laku batin. Sedangkan kematian adalah jalan yang harus ditempuh dengan terhormat. Matilah dengan keris tertancap di dadamu sebagai seorang ksatria, bukan mati dengan tombak tertancap di punggungmu karena lari dari medan laga. Peradaban telah banyak berkisah tentang kekuasaan. Kekuasaan melahirkan para manusia pinilih, dan manusia pinilih selalu menggenggam sebuah pusaka. Inilah novel pemenang kedua sayembara menulis paling prestisius. Cerita sebuah keris sekaligus rentetan sejarah sebuah bangsa. Sebuah keris yang merekam jejak masa lampau, saksi atas banyak peristiwa penting, dan sebuah ramalan akan Indonesia di masa depan. *** “Novel beralur non-linier ini memecah dirinya dalam banyak bab panja

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)