Langsung ke konten utama

[Review] Ibu Mendulang Anak Berlari by Cyntha Hariadi



Judul: IBU MENDULANG ANAK BERLARI
Penulis: Cyntha Hariadi
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 90 Halaman
Terbit: Cetakan Pertama, April 2016

Buku ini berisi 62 puisi yang seluruhnya bertema tentang kehidupan seorang ibu dalam membesarkan anaknya. Tema tersebut amatlah unik berhubung biasanya buku puisi masa kini sering mengambil tema-tema abstrak atau kebanyakan romansa yang biasanya jadi barang yang ‘umum’ bagi para penyair.

Puisi-puisinya memberikan banyak pesan dan makna mengenai perjuangan seorang ibu. Dari mulai suka duka dalam membesarkan seorang balita, susahnya mengurus anak-anak terutama yang masih bayi, atau segala hal yang berkaitan dengan kesibukan ibu rumah tangga. Semua halnya dapat dijelaskan secara gamblang oleh penulisnya meskipun dalam puisi-puisi biasanya mengandung makna tersembunyi.

Tengok saja puisi pembuka buku ini ‘Anak Perempuan’. Secara tersirat puisi tersebut berisi makna mengenai anak perempuan yang kelak akan menjadi ibu yang ‘repot’ kembali. Terbukti dalam salah satu lariknya sang penulis menuliskan: “Aku anak perempuan ibuku/aku akan menjadi ibu anak perempuanku/sang bibit/sang dara/yang kepadanya duniaku berderu/.

Itu baru awal, selanjutnya kita akan digiring ke puisi-puisi bermuatan pengalaman seorang ibu yang sang penulis gambarkan secara ironis dalam artian pengalaman yang menyibukkan, merepotkan, bahkan menyita waktu. Dalam puisi ‘Ikan’, pengalaman merepotkan seorang ibu digambarkan ketika ia tengah mengurus anaknya. Bunyinya sebagai berikut: “Cuma ada satu ember/putih, bundar, tinggi 15 cm, diameter 30 cm/kuisi air/sebentar saja penuh/kuangkat engkau/kududukkan di dalamnya/…/ambil air, tuang air/tak habis-habis/engkau ciptakan lautan/aku ikan di dalamnya./ Seperti ada nada hampir menyerah dalam puisi itu ketika sang narator yang memang seorang ibu menganalogikan dirinya sendiri sebagai seekor ikan. Puisi tersebut sangat jelas menyampaikan pengalaman merepotkan seorang ibu mengurus anaknya karena sang anak yang masih kecil selalu bertingkah pola semau sendiri, tentu saja karena mereka anak-anak. Sedangkan, sang ibu harus senantiasa berperilaku sabar.

Bahkan dalam buku puisi ini terdapat nada ‘nyaring’ terdengar dari beberapa sajaknya. Seakan sang penulis mewakili seluruh ibu di dunia yang juga memiliki titik batas kesabaran. Dalam puisi berjudul ‘Subyek’ misalnya, sang narator protes pada dirinya sekaligus orang lain. Bunyinya sebagai berikut: “Bagaimana aku bisa menuduhmu menguasaiku/, mengendalikanku/, memanfaatkanku/, memanipulasiku/, menindasku/, kalau aku tak henti menciumi kakimu./”


Buku puisi ini sangat direkomendasikan untuk dibaca. Penulis mampu menuliskan sajak-sajak dengan topik unik, pilihan-pilihan kata dalam puisi-puisinya pun mudah dimengerti, dan tentu saja yang paling penting makna-makna tersembunyi dalam puisi-puisinya mampu pembaca jangkau, tetapi tetap saja puisinya terasa sarkastik dan seakan menyuarakan hal yang mungkin abai diperhatikan banyak orang yaitu pengalaman kompleks seorang ibu mengurus anaknya. Hal tersebut tentu saja bukan perihal yang bisa diremehkan begitu saja. Hal tersebut disulap penulis buku ini menjadi topik karya sastra yang menakjubkan.[] 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Ulasan Novel Sang Keris (Panji Sukma)

JUDUL: SANG KERIS PENULIS: PANJI SUKMA PENERBIT: GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA TEBAL: 110 HALAMAN TERBIT: CETAKAN PERTAMA, FEBRUARI 2020 PENYUNTING: TEGUH AFANDI PENATA LETAK: FITRI YUNIAR SAMPUL: ANTARES HASAN BASRI HARGA: RP65.000 Blurb Kejayaan hanya bisa diraih dengan ilmu, perang, dan laku batin. Sedangkan kematian adalah jalan yang harus ditempuh dengan terhormat. Matilah dengan keris tertancap di dadamu sebagai seorang ksatria, bukan mati dengan tombak tertancap di punggungmu karena lari dari medan laga. Peradaban telah banyak berkisah tentang kekuasaan. Kekuasaan melahirkan para manusia pinilih, dan manusia pinilih selalu menggenggam sebuah pusaka. Inilah novel pemenang kedua sayembara menulis paling prestisius. Cerita sebuah keris sekaligus rentetan sejarah sebuah bangsa. Sebuah keris yang merekam jejak masa lampau, saksi atas banyak peristiwa penting, dan sebuah ramalan akan Indonesia di masa depan. *** “Novel beralur non-linier ini memecah dirinya dalam banyak bab panja

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)