Judul: Kata Kota Kita
Penulis: Ayu
Rianna, dkk
Penerbit:
Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Cetakan
Pertama, April 2015
Tebal: 272 Halaman
Kata Kota Kita adalah buku kumpulan cerpen yang
terdiri dari tujuh belas kisah fiksi dari tujuh belas penulis berbeda. Tujuh
belas penulis itu merupakan penulis-penulis yang lolos seleksi Gramedia Writing
Project (GWP) gelombang pertama. Tujuh belas penulis itu diharapkan menjadi
penulis yang nantinya berkontribusi dalam ranah sastra Indonesia, sebagian dari
mereka bahkan telah menelurkan novel-novel yang bisa dinikmati pembaca.
Kata Kota Kita menyajikan berbagai kisah yang ber-setting di berbagai kota baik di
Indonesia maupun luar negeri. Kisah-kisahnya terasa apik karena beraneka cerpen
dalam buku ini disuguhkan dalam berbagai gaya penceritaan yang diharapkan mampu
menarik pembaca berbagai segmen. Sebut saja cerpen pertama di dalam buku ini
yang berjudul Ora. Cerpen tersebut
bergaya Metropop namun menitikbertakan karakternya yang tengah singgah di
Pantai Ora, sebuah pantai eksotis di Ambon. Tokoh tersebut tengah melarikan
diri dari kenyataan hidup yang sungguh menyengsarakan dirinya, masalah tersebut
ia alami di ibu kota karena suaminya tak memedulikannya. Temannya yang
bersimpati pada tokoh itu menyusul ke Pantai Ora, demi mendapatkan kabar
darinya sekaligus menuntaskan hubungan mereka yang selama ini disinyalir tidak
ada kejelasan.
Berbagai cerpen
dengan gaya lainnya pun disuguhkan demi mempercantik buku ini. Sebut saja
cerpen bergaya horor, cerpen berjudul Asing
dan Amerta menjadi yang kontras
salah duanya. Asing bercerita
mengenai pria yang tengah mengunjungi kekasihnya di Milan, sayang di sana ia
mendapat kejutan dari selingkuhan sang kekasih yang ternyata tidak terima
dengan kehadirannya. Lalu, Amerta menceritakan
pembunuhan berantai yang menimpa pria-pria hidung belang di Bojonegoro.
Pelakunya ternyata sosok yang sangat tak terduga.
Ada juga
kisah-kisah realistis yang ber-setting di
kota-kota familier di Indonesia. Sebut saja cerpen Sunflower yang menceritakan seorang wartawan yang tengah meliput
sebuah karnaval di Yogyakarta. Di tengah liputannya itu ternyata hatinya tertambat
pada sosok yang baru ia kenal. Mereka lalu melakukan perjalanan liputan sambil
mengenal satu sama lain, sayangnya takdir belum membuat mereka bisa bersatu.
Dan cerpen yang mengambil latar di kota lumpia alias Semarang, berjudul Mamon, Cintaku Padamu. Cerpen ini
sungguh terasa realistis karena bererita mengenai tokohnya yang mana seorang
perempuan melarat yang mencoba mengais harta warisan orangtuanya, sayang
perjuangan yang ia lakukan harus dilalui lewat cobaan berat dengan menukar anaknya
yang masih bayi.
Ada pula
kisah-kisah remaja yang sayang dilewatkan diantaranya Berlari ke Pulau Dewata, Jakarta, dan Let the Good Times Roll!. Ketiganya menyorot konflik seputar
remaja yang patah hati, move on, dan
pencarian jati diri. Sedangkan, cerpen-cerpen lainnya pun terasa apik karena
mampu mengeksplorasi latar tempat dengan baik, membuat kisahnya mampu
memberikan kesan kepada pembaca. Yang paling penting cerpen-cerpen di buku ini
memuat amanat-amanat yang sudah disiapkan setiap penulisnya dengan matang.
Sehingga, cerita-ceritanya berbobot meskipun ditampilkan dengan gaya yang tidak
nyastra.
Komentar
Posting Komentar