Langsung ke konten utama

[Review] ibuk, by Iwan Setyawan


Judul: Ibuk
Penulis: Iwan Setyawan
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan:  Mei 2016
Tebal: 289 Halaman
ISBN: 978-979-22-8568-0

Ibu adalah salah satu sosok vital dalam keluarga. Sumbangsih seorang ibu yang maksimal bisa membangun keluarga menjadi sejahtera. Sosok ibu dianggap pahlawan yang tidak pernah mengharapkan kasih kembali. Walaupun begitu, ia tak pernah kehabisan akal dan tenaga untuk membuat anggota keluarganya bahagia, bahkan ia rela mengorbankan segala hal demi keluarga. Hal inilah yang coba dituturkan Iwan Setyawan dalam novel ibuk, yang merupakan salah satu novel realitas yang tema ceritanya sangat inspiratif tentang perjuangan seorang ibu yang berjuang membesarkan anak-anaknya hingga menjadi sukses.

Ibuk menceritakan gadis kampung bernama Tinah yang berjualan kain di pasar dalam rangka membantu ibunya. Tinah putus sekolah sejak SD dan kini ia tak tahu jalan hidupnya harus ke mana. Hingga ia pun ditawari oleh Mbok Pah alias ibunya untuk dijodohkan dengan penjual tempe bernama Cak Ali. Hati Tinah ternyata tertambat pada Abdul Hasyim, ia adalah kenek angkot yang gigih memperjuangkan cintanya pada Tinah. Mereka pun akhirnya menikah meskipun keduanya belum genap berumur 20 tahun.

Saat menikah, Mbok Pah meninggal, Tinah pun ikut suaminya tinggal di Mbak Gik alias kakak angkat Abdul Hasyim. Kedunya hidup sederhana, penuh keprihatinan. Namun, Tinah tak pernah menganggap kemiskinan yang membekapnya sebagai penderitaan. Ia anggap itu semua sebagai awal titik perjuangan hingga ia melahirkan anak-anaknya bernama Isa, Nani, Bayek, Rini, dan Mira. Pelan-pelan kehidupan Tinah pun berwarna, ia dipanggil ‘ibuk’ oleh anak-anaknya, pun saat itu keluarga Tinah membangun rumah sederhana.

Banyak hal-hal yang membuat Tinah alias ibuk banyak bertindak bijaksana kala membesarkan anak-anaknya. Tinah membantu ekonomi keluarganya dengan menjadi buruh angkut, ia coba meringankan suaminya yang saat itu sudah menjadi supir angkot. Tinah pun berusaha menjadi sosok yang selalu ada untuk anak-anaknya, ia selalu menularkan semangat agar anak-anaknya tak pantang semangat ketika di sekolah. Alhasil, anak-anaknya bisa berprestasi. Isa bisa menjadi ranking 1, Nani rangking 5, dan Bayek ranking 2 di SD masing-masing. Tinah masih menghadapi masalah saat tunggakan SPP anak-anaknya itu belum lunas, maka ia tak bisa mengambil rapot anak-anaknya meski tahu rangking mereka.

Perjuangan terus bergulir hingga anak-anak Tinah dewasa. Titik balik kehidupan keluarga Tinah adalah saat Bayek mampu lulus cum laude di IPB dan bisa bekerja bahkan sampai ke luar negeri. Hidup keluarga Tinah menjadi sangat sejahtera sejak itu. Perjuangan Tinah benar-benar sama sekali tidak sia-sia. Lewat segala doa, keringat, dan ketulusan yang selalu ia tuai, akhirnya ia berhasil mencapai kehidupan yang tak terduga.

Novel ini merupakan novelisasi perjuangan hidup keluarga penulis Iwan Setyawan. Kisahnya sangat apik dan inspiratif. Rangkaian ceritanya mampu menghipnotis pembaca dan tentu saja bisa memercikan api semangat untuk semangat menjalani hidup. Seperti halnya tokoh ibuk yang tak pernah menyerah membesarkan anak-anaknya hingga sejahtera.

Nilai-nilai kesederhanaan pun bisa pembaca dapatkan ketika membaca novel ini. Semua tersebar dalam rangkaian kisah Tinah alias ibuk kala membina keluarganya. Karena tak selamanya kemiskinan itu dianggap sebagai penderitaan, lewat tokoh Tinah kita akan disadarkan bahwa kemiskinan sebenarnya sederhana, yang patut dilakukan adalah memandang hal itu sebagai titik awal perjuangan untuk menjadikan hidup lebih baik lagi.[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Ulasan Novel Sang Keris (Panji Sukma)

JUDUL: SANG KERIS PENULIS: PANJI SUKMA PENERBIT: GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA TEBAL: 110 HALAMAN TERBIT: CETAKAN PERTAMA, FEBRUARI 2020 PENYUNTING: TEGUH AFANDI PENATA LETAK: FITRI YUNIAR SAMPUL: ANTARES HASAN BASRI HARGA: RP65.000 Blurb Kejayaan hanya bisa diraih dengan ilmu, perang, dan laku batin. Sedangkan kematian adalah jalan yang harus ditempuh dengan terhormat. Matilah dengan keris tertancap di dadamu sebagai seorang ksatria, bukan mati dengan tombak tertancap di punggungmu karena lari dari medan laga. Peradaban telah banyak berkisah tentang kekuasaan. Kekuasaan melahirkan para manusia pinilih, dan manusia pinilih selalu menggenggam sebuah pusaka. Inilah novel pemenang kedua sayembara menulis paling prestisius. Cerita sebuah keris sekaligus rentetan sejarah sebuah bangsa. Sebuah keris yang merekam jejak masa lampau, saksi atas banyak peristiwa penting, dan sebuah ramalan akan Indonesia di masa depan. *** “Novel beralur non-linier ini memecah dirinya dalam banyak bab panja

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)