Judul: Dimsum Terakhir
Pengarang: Clara Ng
Penerbit: Gramedia
Pustaka Utama
Terbit: Cetakan Pertama,
April 2006
Tebal: 368 halaman
Hari
itu aku berencana mengunjungi perpustakaan kampusku yang ada di gedung baru. Suasana
nyaman di perpustakaan membuat mood membacaku
naik drastis. Pun mood untuk memilih
buku bagus rasanya naik berkali-kali lipat, maka hari itu tanggal 29 April
2016, aku meminjam buku untuk pertama kalinya di semester enam, buku yang telah
terbit sepuluh tahun lalu, Dimsum
Terakhir. Aku memilih buku ini karena review-review-nya
di Goodreads yang begitu positif.
Dimsum Terakhir mengisahkan empat kembar tionghoa
dewasa; Siska, Indah, Rosi, dan Novera. Keempatnya telah terpecah di empat
penjuru, Siska di Singapura tengah menjalankan perusahaannya, Indah di Jakarta
dengan job wartawannya, Rosi di
Puncak Bogor sebagai petani mawar, dan Novera di Yogya sebagai guru. Yang
menyatukan mereka kali ini adalah kondisi kritis sang ayah. Nung stroke & tengah sekarat.
Indah
yang tinggal satu kota dengan ayahnya merasa punya tanggung jawab lebih. Ia
yang stand by di rumah sakit terlebih
dahulu. Ia pun mengontak semua kembarannya. Dan apa respon mereka? Ketiganya
menganggap kondisi stroke Nung sepele. Keterlaluan banget deh! Ditambah mereka
mendapatkan hambatan masing-masing, Siska harus pergi ke Hong Kong untuk
menemui client, Rosi berurusan di
kantor polisi karena terlibat cekcok di jalan saat mobil yang ia kendarai
menabrak angkot, dan yang terakhir Novera malah nyangkut dulu di gereja, dia
tengah meneguhkan sebuah keputusan besar.
Lalu
bisakah mereka meluangkan waktu sejenak demi Nung yang mungkin nyawanya
sebentar lagi lenyap? Bisakah mereka menghilangkan bayang-bayang masa lalu?
Mampukah mereka menurunkan ego masing-masing?
Novel
ini cakep betul karena penokohan masing-masing karakternya ter-develop dengan baik, plus novel ini
kental suasana budaya tionghoanya. Dua hal itu berpotensi membuat pembaca betah
saat baca novel ini.
Karakter-karakter
di dalam novel punya ciri khas masing-masing. Aku merasa meskipun setiap
tokohnya punya porsi masing-masing, harus aku akui yang mendapatkan peran
karakter utama menurutku Indah. Yup, dia tipikal anak yang bisa diandalkan,
selalu ada, selalu stand by, selalu
siap sedia, bahkan ia adalah otak dari rencana mengumpulkan tiga kembarannya
yang lain untuk tinggal seatap lagi selama waktu yang tidak ditentukan demi
mengurus ayah mereka. Andai saja ada ibu, namun perempuan itu telah lama tiada
Then, Siska. Dia karakter yang alpha girl banget. Bahkan terasa sekali
aura feminisme dari Siska ini. Bukan tanpa sebab, sepertinya dia trauma karena
pernikahannya pernah gagal. Di luar itu semua dia sangat egois sebagai anak sulung.
Hal yang patut dicontoh dari Siska adalah kegigihannya dalam meraih segala hal
dengan usaha maksimal, kerja keras, dan rasa pantang menyerah.
Lalu
Rosi si ceria. Hidupnya seakan tanpa beban. Di luar itu semua dia sebenarnya
rapuh. Ada satu jiwa dalam dirinya yang terhalangi untuk keluar. Dia punya
kepribadian lain yang berpotensi membuat pembaca bersimpati. Dia lesbian.
Dan
yang terakhir si pemalu namun keras kepala alias si Novera. Karakter ini
sesungguhnya membuatku bingung dengan segala keputusannya. Ia kadang plin-plan,
tegas, bijaksana, namun dia tidak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri bahkan
sampai dewasa, sejak remaja pun dia tampak sangat lemah.
Budaya
tionghoa pun sangat kental di novel ini. Dari mulai ritual-ritual, bahkan apa
saja yang biasanya keluarga tionghoa lakukan saat hari-hari perayaan tertentu. Tradisi
keluarga di novel ini pun sangat terasa natural. Semuanya sangat-sangat
menambah wawasan bagi yang belum tahu tentunya.
Novel
ini sangat aku rekomendasikan. Ceritanya sangat inspiratif dan tidak hitam
putih, bisa dibilang blak-blakan malah
dan terkesan mencecoki banyak hal keren untuk pembacanya.
Satu
kutipan favoritku dari novel Dimsum
Terakhir:
“Dalam kegelapan, jangan terlalu
percaya pada apa yang kita lihat, percayalah pada apa yang kamu rasakan.” Halaman 154.
Kekurangan dan kelebihan dari novel ini apa kk?
BalasHapus