Judul: The Stardust Catcher
Penulis: Suarcani
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 184 Halaman
Terbit: Cetakan Pertama, Maret 2016
Editor: Didiet Prihastuti
Desainer Sampul: Orkha Creative
ISBN: 978-602-03-2644-3
Harga: Rp48.000,-
Pernah baca kisah
keluarga, cinta, dan fantasi dalam satu format? The Stardust Catcher punya sajian komplit itu dalam satu packaging. Novel kedua karya Suarcani
ini mengisahkan Joe yang tengah berdarmawisata ke Bali. Dalam perjalanannya, ia
galau berat karena keluarganya akan berpisah, Mama Papa Joe sebentar lagi akan tinggal
tak seatap alias cerai. Untung saja saat di Bali, Joe bertemu Mela, temannya di
ask.fm yang selama setahun belakangan selalu menarik hati Joe. Bagaimana
kelanjutannya?
Lalu di mana sisi
fantasinya? Di mana cinta yang katanya dibahas di novel ini? Setidaknya dengan
elemen karakterisasi dan konfliknya yang signifikan, novel ini berhasil
membalut kisah cinta dan fantasinya dengan eksekusi yang apik. Pun pembaca akan
terpingkal-pingkal saat membacanya. Kenapa? Karena novel ini terasa sekali
komedinya, lucu-lucunya natural banget sih menurutku.
Elemen novel ini
yang signifikan adalah karakterisasinya. Penulis bisa membawa
karakter-karakternya tampil menghibur pembaca dengan segala tingkah lakunya
yang memang dibuat-buat namun terkesan logis. Mari kita tengok dulu karakter
Joe, kebetulan dia adalah karakter utama di novel ini. Penulis bisa
menggambarkan Joe yang kekanak-kanakan, dari awal sampai akhir, dari
serangkaian masalah yang disuguhkan penulis, Joe selalu serampangan dan keras
kepala. Menurutku, penulis memang berhasil menampilkan sosok Joe, yang emang
gak loveable, tapi masuk akal berhubung latar belakang dan masalah yang tengah
dihadapinya amat kontras.
Lalu, ada Mela Ayu
alias Mela, dia juga digambarkan penulisnya sangat realistis dengan banyak
adegan yang menggambarkannya tengah kritis. Ya, Mela memang menderita suatu
penyakit kronis, dan di novel ini ia tengah sekarat. Masalahnya adalah di novel
ini Mela akan menemui konflik yang pelik, bagaimana tidak pelik? Karena ia
harus disandera sekelompok perampok. Hemm, kasihan sekali ya Mela ini, sudah
jatuh lalu tertimpa tangga. Gadis yang malang sekali.
Then,
karakter favoritku di novel ini adalah si peri jodoh alias Sally Cinnamon. Asli,
si Sally ini absurdnya minta ampun. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya,
dia bisa membuatku tersenyum-senyum saat membaca novel ini. Tingkahnya aneh,
peri nyentrik. Sally yang muntah, padahal dia adalah peri. Sally yang entah
kekuatannya apa, tidak bisa membuat Joe lebih baik saat cowok itu ditinggal
rombongan darmawisatanya. Sally, Sally, Sally pokoknya kalau gak ada dia di
novel ini, dijamin novel ini bakal kurang nendang.
Dan yang paling
penting dari novel ini adalah konfliknya. Berawal dari Joe yang tertinggal
rombongan saat di salah satu pom bensin di Bali, Joe kalap. Ia berusaha
melakukan apa pun agar dirinya selamat, setidaknya bisa menghubungi
teman-temannya, namun usaha Joe nihil. Di tengah kepanikannya, Sally
menampakkan diri, menawarkan hal aneh pada Joe. Cowok itu malah menganggap
Sally hantu. Ya emang Sally mirip hantu sih, wong pas dia ditabrak, dia malah lenyap, si Joe malah masuk
selokan, ckckck … Konflik pertengkaran Joe dengan Sally, konflik Joe yang galau
karena orangtuanya, konflik Joe yang berusaha selamat dari drama tersasarnya,
konflik Mela si sekarat yang tengah diculik, semuanya bisa melebur jadi satu
dan Suarcani bisa membuatnya saling terkait, punya benang merah, bercampur
aduk, saling bertubrukan, dan bum ..
membuat siapa saja yang membacanya terhenyak di akhir. Aku suka pada bagian ¾
novel ini.
Lalu apa kelebihan
dan kekurangannya?
Kelebihannya adalah
Suarcani membangun suasana kisah di novel ini dengan warna-warni. Namun yang
lebih menonjol tone komedi-nya sih
yang ia terapkan, membuat novel ini bisa-sangat-berpotensi-menghibur-para-pembaca-galau.
Terlebih banyak kosa kata yang baru aku temui di sini, sepertinya Suarcani sengaja
memberi kata-kata baru untuk pembacanya.
Kekurangannya terus
apa? Menurutku sih Suarcani terlalu banyak menggunakan teknik tell. Menurut teori menulis cerita yang
pernah aku baca, terlalu banyak tell bisa
membuat pembaca bosan. Untung saja hal ini terselamatkan oleh tone yang gembira, mood pembaca jadi nano-nano.
Well, novel
ini aku rekomendasikan untukmu yang suka baca kisah keluarga, cinta, dan
fantasi dalam satu format. The Stardust
Catcher memang tampil dengan sajian teramat komplit. Novel The Stardust Catcher memang seperti
judulnya, membuat siapa saja akan merasa takjub ketika membacanya.
Mmm.. ada satu
pertanyaan sebenarnya yang ingin kuajukan untuk penulisnya, setahuku sampul The Stardust Catcher ada bingkai
jingganya deh, lho kok jadi gak ada ya? Ok, never
mind, yang penting ceritanya gak berubah haluan dari pertama kali aku
membacanya lewat laman GWP. Novel ini memang super-duper-keren-banget-banget-banget-deh.
Dua kutipan favorit
dari novel ini sebagai berikut.
“Kamu tahu bagaimana komposisi keluarga yang seimbang dan baik itu? Antara orangtua dan anak tidak ada yang saling memaksakan kehendak.” Halaman 169.
“Janganlah terus keras kepala… Ada saatnya kamu kompromi dengan keadaan.” Halaman 170.
Komentar
Posting Komentar