Langsung ke konten utama

Reva's Tale


Judul: Reva’s Tale
Pengarang: Ruby Astari
Penerbit: IceCube Publisher
Tebal: 202 halaman
ISBN: 978-979-91-0870-8
Cetakan pertama: Mei/Juni, 2015

Sinopsis
Alkisah, di sebuah kastil di daerah pinggiran kota, hiduplah Sang Raja beserta Sri Ratu dan kedua putri mereka, yang masing-masing bergelar Tuan Putri dan Penjaga Kastil.

Selain mereka, di dalam kastil itu tinggal pula Pangeran Kecil, bocah tampan, baik hati, dan polos, putra semata wayang Tuan Putri.

Siapa ayahnya?

Sang Monster.


Setelah tiga tahun tidak bertemu. Jenar tidak menemukan ada perubahan dalam diri Reva, sahabatnya. Reva masih suka menulis cerita, bicaranya selalu ceplas-ceplos, dan hubungan cewek itu dengan kakaknya tetap buruk. Namun sejak kecelakaan yang menimpa keponakan kesayangannya dan disusul oleh kematian sang ayah, Reva menutup diri, kabur dari rumah, dan menolak berkomunikasi dengan siapa pun. Jenar berusaha menghubungi sahabatnya itu dengan berbagai cara, termasuk lewat Facebook, media sosial yang paling sering digunakan Reva. Dari situ Jenar menemukan kumpulan dongeng yang ditulis Reva, tentang Kastil Sunyi dan para penghuninya. Tapi… kenapa intrik dalam dongeng itu sangat mirip dengan apa yang terjadi dengan keluarga Reva? Apa ada hubungannya dengan alasan Reva kabur dari rumah?



Review
Novel Reva’s Tale mengisahkan tentang Reva yang sebenarnya frustrasi terhadap keluarganya. Ia benar-benar sudah muak dengan keadaan di rumahnya sendiri. Semua berawal dari kedua orangtuanya yang telah memanjakan Rara, kakak Reva yang lebih tua delapan tahun. Sebaliknya Reva malah dibesarkan dengan penuh ketidakadilan karena bayang-bayang Rara selalu ada di sepanjang hidupnya. Sampai kakaknya tersebut menikah dengan Genta, kakak ipar yang tak pernah akrab dengan Reva. Sampai ayahnya jatuh stroke dan sering kedapatan sedih merasakan kondisi keluarganya yang di ujung tanduk karena sering memergoki Rara yang mendapatkan KDRT dari Genta. Sampai sang pangeran kecil, ponakan Reva (Gandhi) anak kecil itu mendapatkan kecelakaan, dari ayahnya sendiri. Dari situlah semunya berawal mengundang malapetaka besar.

Jika kalian sudah membaca buku ber-cover merah tua ini atau membaca review lain, kalian pasti mengerti yang kumaksud dengan ‘malapetaka besar’. Aku pikir hal itulah yang memunculkan pengaruh besar berjalannya plot cerita setelah kejadian ‘itu’. Jenar sang sahabat Reva melakukan banyak hal yang bisa menolong Reva, setidaknya mengentaskan masalah yang kini benar-benar hadir di keluarga Reva. Sebagai sahabat pula, ia rela turut ikut campur atas ‘petunjuk’ yang diberikan Reva padanya setelah kejadian naas menimpa Reva.

Buku ini beraroma thriller misteri yang bisa saja mengecoh pembaca ketika sampai di bab-bab awal. Karena beberapa bagian diisi dongeng ‘Kastil Sunyi’ yang merupakan representasi kehidupan keluarga Reva yang ‘remuk’. Pembaca akan disuguhi karakter-karakter multiego bahkan menyebalkan, sebut saja Rara, Mama ‘Reva dan Rara’, dan tentu saja Genta. Meski karakter Reva sendiri sangatlah kuat sebagai gadis tangguh yang sebenarnya tidak diam, semua kepasifannya lewat tulisan-tulisan dongeng ‘Kasti Sunyi’ hanya asumsi dari dia agar melindungi orang-orang yang dia kasiihi, meski ‘petunjuk’ yang diberikan Reva pada Jenar isinya sangat-sangatlah frontal.

Dari segi penceritaan buku ini sebenarnya terdiri dari dua POV. POV orang ketiga sepanjang buku yang berkombinasi dengan POV1 lewat ‘Diary Reva’ tentang ‘Kastil Sunyi dan petunjuk khusus untuk Jenar’. Saya suka bagian saat Jenar berusaha menjadi bagian dari resolusi buku ini, aksi-aksi yang dia lakukan adalah tindakan atas penebusannya selama ini atas kecemburuan Reva padanya yang menurut Reva ‘Jenar itu hidup bebas drama’. Selain itu klimaksnya juga bagus dan beberapa kejadian sebelum klimaks itu sangat menegangkan.

Tentu saja yang paling disoroti dari buku ini adalah amanatnya.
Seperti kata Reva di halaman 198 ‘I never need any DNA to call you my true sister.’ Bahwa bukankah persaudaraan yang sebenar-benarnya adalah saat kita bisa saling mengerti dengan keluarga kita? Juga bukankah kita juga harus paham bahwa kebaikan tak selamanya tentang diam di tempat dan apatis terhadap kejadian yang membahayakan keluarga kita. Lalu lewat tokoh Jenar, buku ini menyampaikan pesan bahwa saat sahabat kita membutuhkan kita, maka langkah terbaik yang seharusnya kita lakukan adalah menolongnya, mau dia butuh atau tidak sebelum semunya terlambat. Dan lewat tokoh Rara kita akan belajar bahwa apa yang kita tanam suatu saat akan kita petik buahnya, juga mengenai membatasi keinginan pribadi yang terlamapau akan menyakiti banyak hati lain, hal itu harus dicegah apalagi jika calon korbannya adalah keluarga kita sendiri.

Terlalu berbahaya baginya untuk tetap bersemayam di Kastil Sunyi ini. Dia sendirian, benar-benar sendirian sekarang. (Halaman 76).
Semua kilas balik membentuk Reva menjadi sesuatu yang yang sebenarnya menyedihkan, tetapi karena ia percaya kekuatan ‘menjaga’ itu penting, maka ia akan melakukan segala hal demi menyelamatkan keluarganya. Reva adalah sosok yang menurut saya paling heroic di buku ini, sebelas duabelas dengan Jenar dengan aksi melawan ketakutannya di akhir buku ini.

Kekurangan buku ini adalah typo di beberapa part. Yaitu spasi-spasi di sekelumit kalimat yang disatukan, juga ada kurang tanda petik. Selebihnya buku ini tampil berbeda dan mengusung konflik yang sebenarnya kompleks namun sederhana. Yang membuatnya kompleks adalah penuturan ceritanya yang berat diaplikasikan dengan tindak-tanduk tokoh utamanya yang mengkhawatirkan. Yang membuatnya sederhana tentu pesan-pesan terselubung di buku ini mengenai arti ‘keluarga dan sahabat sejati’.[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Ulasan Novel Sang Keris (Panji Sukma)

JUDUL: SANG KERIS PENULIS: PANJI SUKMA PENERBIT: GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA TEBAL: 110 HALAMAN TERBIT: CETAKAN PERTAMA, FEBRUARI 2020 PENYUNTING: TEGUH AFANDI PENATA LETAK: FITRI YUNIAR SAMPUL: ANTARES HASAN BASRI HARGA: RP65.000 Blurb Kejayaan hanya bisa diraih dengan ilmu, perang, dan laku batin. Sedangkan kematian adalah jalan yang harus ditempuh dengan terhormat. Matilah dengan keris tertancap di dadamu sebagai seorang ksatria, bukan mati dengan tombak tertancap di punggungmu karena lari dari medan laga. Peradaban telah banyak berkisah tentang kekuasaan. Kekuasaan melahirkan para manusia pinilih, dan manusia pinilih selalu menggenggam sebuah pusaka. Inilah novel pemenang kedua sayembara menulis paling prestisius. Cerita sebuah keris sekaligus rentetan sejarah sebuah bangsa. Sebuah keris yang merekam jejak masa lampau, saksi atas banyak peristiwa penting, dan sebuah ramalan akan Indonesia di masa depan. *** “Novel beralur non-linier ini memecah dirinya dalam banyak bab panja

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)