Langsung ke konten utama

Remedy, Setiap Orang Punya Rahasianya Sendiri

Judul: Remedy
Penulis: Biondy Alfian
Penerbit: Ice Cube
Terbit: Februari, 2015 (Cetakan Pertama)
Penyunting: Katrine Gabby Kusuma
Perancang Sampul: Deborah Amadis Mawa
Tebal: 209 halaman
Sinopsis

"Lo yang nemuin dompet gue, kan?" tanya Navin.

"Ya," jawabku.

"Berarti lo sudah lihat semua isinya?"

"Ya," jawabku lagi.

"Berarti lo sudah-"

"Melihat kedua KTP-mu?" tanyaku. "Sudah."

Navin menarik napas panjang. Kedua matanya melotot padaku. Rahangnya tampak mengeras.

Ada yang aneh dalam diri Navin, si anak baru itu. Tania tidak sengaja menemukan dompetnya di tangga sekolah dan melihat di dalamnya ada dua KTP dengan data-data yang sama, hanya berbeda nama. Satunya tertera nama Navin Naftali, satunya lagi tertera nama Budi Sanjaya. Selain itu, ternyata Navin sudah berumur 20 tahun. Apa yang dilakukan seorang pria berumur 20 tahun di SMA? Sebagai seorang murid pula. Tania memutuskan untuk mencari tahu kebenaran tentang identitas ganda Navin. Sementara itu, Navin juga penasaran dengan sosok Tania yang kini mengetahui rahasianya. Karena sepertinya gadis itu punya rahasia yang lebih besar darinya. 


  Review

        Tahu enggak sih judul awal buku ini adalah Live through This atau Life through This? Hehe … saya juga lupa. Waktu sekitaran bulan apa gitu di 2014, penerbit Ice Cube mengumumkan siapa saja pemenang kompetisi Young Adult Realistic Novel, dan naskah ini masuk ke dalamnya. Mendapatkan juara ketiga malah. Saya yang awam hanya bisa menantikan bukunya terbit dan tentu saja sangat ingin tahu sekali bagaimana ceritanya. Dari blurb-nya, ceritanya berkesan seperti bermuatan misteri para tokoh-tokohnya yang tak lazim. Dan benar saja ketika saya baca sampai di pertengahan buku ini, saya berkesimpulan bahwa cerita di dalam buku ini kelam.

Diawali dari kisah Tania yang sedang membersihkan kelasnya karena mendapatkan giliran piket. Ia menemukan dompet berisi beberapa kartu dan sejumlah uang. Karena takut disangka maling, ia kemudian menyimpan dompet tersebut dan tentu saja mengambil uangnya yang jumlahnya lumayan besar. Tania awalnya tidak peduli dengan isi dompet tersebut, namun rasa penasaran mendorongnya untuk menyelidiki. Dan betapa terkejutnya ia ketika melihat di sana ada dua KTP sekaligus. Dengan foto orang yang sama namun identitas berbeda.

          Cerita kemudian bergulir ke siapa pemilk dompet tersebut. Dia adalah Navin Naftali. Cowok pindahan dari Jakarta yang mencoba menempuh pendidikan di Surabaya. Ia punya masa lalu kelam yang mengharuskanya berganti identitas. Ia mencoba kehidupan baru yang ia pikir akan lancar-lancar saja. Dan memang semua sesuai rencananya, meski ada halangan kecil yaitu seseorang mengetahui identitas gandanya. Part Navin di dalam buku ini diceritakan dengan penceritaan orang ketiga, sedangkan bagian Tania sendiri lewat penceritaan tokoh utama ‘aku’. Karena hal itulah buku ini tidak terkesan membosankan, alih-alih tebalnya hanya 208 halaman.

          Menurut saya apa yang membuat buku ini menarik dan patut dibaca adalah karena tiga hal, karakterisasi tokohnya, amanat, dan tema besarnya. Dari segi karakterisasi sendiri tokoh Tania dan Navin sebenarnya agak-agak mirip, dua orang dengan latar belakangan gelap yang mencoba saling menuntaskan masalah-masalahnya sendiri. Meski Tania memutuskan menjadi seorang pengiris. Ya pengiris atau seorang self-harm, orang yang mencoba menyakiti bagian-bagian tubuhnya demi mengobati rasa sakit hatinya. Tania hobi menggoreskan silet atau benda-benda tajam ke kulitnya sendiri ketika ia merasa hidupnya tak berarti. Navin memang sengaja dihadirkan penulis untuk mencoba menyelesaikan masalah Tania. Tetapi, apakah Navin akan berhasil? Berhubung motif yang melatarbelakangi Tania menjalani self-harm adalah konflik yang luar biasa besar antara Tania dengan salah seorang keluarganya.

         Sedangkan amanatnya sendiri dari buku ini sangat menonjok. Mungkin inilah yang membuat juri menjadikan buku ini sebagai juara ketiga. Ya tentu saja mengenai ‘langkah tidak benar dalam menyelesaikan masalah yang malah menimbulkan masalah baru’, juga mengenai ‘mencoba menjadi jiwa baru untuk menutupi masa lalu gelap’, menurut saya dua poin tadi cukup membuat buku ini menonjol dari beberapa buku YARN lainnya.

       Lalu, ketiga mengenai tema besarnya. Self-harm. Penulis berhasil mengulik konsep itu dalam buku yang mengangkat kehidupan remaja dewasa, tentu saja juri perlombaan YARN terpikat. Apalagi background Tania melakukan hal itu atau background mengapa Navin mengubah identitas (kalau yang ini bukan self-harm tentunya). Keduanya dikombinasikan menjadi plot teka-teki, menurut saya hal itu sangat keren ditambah gaya penceritaan penulis yang tidak kaku dan mengalir apa adanya.

           Meskipun chemistry Navin dan Tania yang tidak digali begitu dalam padahal peluang membuat bagian itu kuat dan akan membuat buku ini makin ‘wow’, menurut saya plot dan konsep ceritanya sudah bisa dibilang ‘excellent’. Karena siapa pun bisa saja bersimpati pada orang orang yang baru dikenal dan kebetulan jika orang tersebut punya masalah serius kita akan tak segan membantunya dan kemudian kita tak bisa mentolerir benih-benih kasih tumbuh dari sana. Buku ber-cover biru sendu ini sekali lagi menurut saya ceritanya patut dibaca, karena pesan-pesan implisitnya itu lho. Juara! Bagi siapa pun yang merasa dirinya salah jalan dalam mencoba menyelesaiakan masalah kompleksnya, saya rasa patut membaca buku ini! Karena bagaimanapun kita butuh bantuan orang lain, karena bisa saja orang lain malah lebih berhasil menyelesaikan masalah kita, bahkan di luar ekspektasi kita, orang tersebut direncanakan Tuhan dari jauh-jauh hari untuk menjadi guardian angel kita![]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Ulasan Novel Sang Keris (Panji Sukma)

JUDUL: SANG KERIS PENULIS: PANJI SUKMA PENERBIT: GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA TEBAL: 110 HALAMAN TERBIT: CETAKAN PERTAMA, FEBRUARI 2020 PENYUNTING: TEGUH AFANDI PENATA LETAK: FITRI YUNIAR SAMPUL: ANTARES HASAN BASRI HARGA: RP65.000 Blurb Kejayaan hanya bisa diraih dengan ilmu, perang, dan laku batin. Sedangkan kematian adalah jalan yang harus ditempuh dengan terhormat. Matilah dengan keris tertancap di dadamu sebagai seorang ksatria, bukan mati dengan tombak tertancap di punggungmu karena lari dari medan laga. Peradaban telah banyak berkisah tentang kekuasaan. Kekuasaan melahirkan para manusia pinilih, dan manusia pinilih selalu menggenggam sebuah pusaka. Inilah novel pemenang kedua sayembara menulis paling prestisius. Cerita sebuah keris sekaligus rentetan sejarah sebuah bangsa. Sebuah keris yang merekam jejak masa lampau, saksi atas banyak peristiwa penting, dan sebuah ramalan akan Indonesia di masa depan. *** “Novel beralur non-linier ini memecah dirinya dalam banyak bab panja

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)