Langsung ke konten utama

Review Kamera Pengisap Jiwa #SeriTakut

JudulKamera Pengisap Jiwa  
No. ISBN6022201357 
PenulisRuwi Meita 
PenerbitBukune 
Tanggal terbitAgustus - 2014 
Jumlah Halaman132 

Blurb
CEKREEEK!
“Terlambat. Kamera tua itu sudah memotret kamu dan keluargamu, tidak ada satu pun yang bisa selamat.” Anak perempuan itu berbicara dengan tatapan kosong. Dia pergi dengan cepat, Anabel tidak bisa menemukannya.
Anabel tidak ingin percaya. Namun, keanehan demi keanehan terus menghampiri. Keluarganya melakukan kegiatan yang sama terus menerus. Papa berkebun, Mama memasak, dan adiknya bermain trampolin tanpa makan, mandi, atau tidur! Dan, ah… apa sebenarnya makhluk mengerikan yang dilihatnya itu? Dia menjerat leher keluarga Anabel dan mengambil jiwa mereka….

Review

Cerita dalam buku ini berkutat pada kehidupan Anabel, seorang remaja yang baru saja mendapatkan kabar gembira bahwa ia dan keluarganya akan berlibur bersama-sama. Ayahnya yang notabene pegawai perusahaan mendapatkan bonus dari perusahaan tempat kerjanya untuk tinggal gratis di sebuah vila di Plateu Dieng. Anabel benar-benar excited dengan hal tersebut, pasalnya ia akan bisa mengexplore hobinya memotret berbagai objek dengan kamera polaroid kesayangannya di tempat yang tentu saja indah dan akan membuatnya nyaman.

Cerita berlanjut dengan keruwetan Anabel menghadapi adiknya Sigi yang masih umur delapan tahun. Anabel ini selalu bertengkar dengan Sigi bahkan memanggilnya baby Sigi. Keduanya tak henti-hentinya bercengkrama bahkan sesudah mereka stay di vila. Dan tahukan ketika mereka di vila mereka menemui apa saja? Hemmm ... Banyak keganjilan yang mereka berdua temui, tentu masih fokus ke Anabel si tokoh utama. Pertama ia menemui objek mengerikan dalam polaroidnya. Kedua ia merasa ganjil dengan keadaan keluarganya terutama ayah dan ibunya yang menjadi aneh setelah berfoto bareng lewat kamera Commodore, kamera tua yang menurut penjaga vila masih bagus meskipun antik. Dan tentu saja klimaksnya adalah hal ketiga yang ditemui Anabel ketika ia menemui sosok gadis cantik berambut panjang dan berwajah pucat yang menampakkan diri di panggung saat keluarganya berfoto plus ketika polaroid Anabel menangkap bayangan gadis misterius itu di atas menara.

Yang jadi pertanyaan sekarang adalah siapakah gadis kecil tersebut? Lalu, kenapa keluarga Anabel sikapnya berubah menjadi aneh setelah berfoto bersama? Dan kenapa Anabel mendapati bayangan kosong ketika mengarahkan kameranya ke si penjaga vila? Sudah jelas semua jawabannya ada di buku yang tipis ini. Sebuah buku novel misteri remaja yang menurut saya patut dikoleksi, namun jujur saja saya harus katakan plotnya masih terlalu gak mencekam dan tak membuat takut sampai ke level ngeri; meskipun buku ini punya label seri takut. Meskipun begitu, premisnya unik karena menempatkan kamera sebagai barang yang mampu menghantui tokoh-tokoh di novel ini, lebih tepatnya membikin jiwa-jiwa mereka berpindah ke dunia lain ....

Mari kita bahas satu-satu apa aja sih yang ada di dalam buku ini.

Cover
Sebagai buku horor, to be honest, sampulnya memang kurang mencekam walaupun ilustrasi sampulnya sudah mencerminkan isinya. Bisa dibilang klop dan anti mainstream nih covernya, karena gak selamanya buku horor harus pake cover warna hitam dan gambar menakutkan bukan? Bisa dibilang covernya bagus.

Alur dan Plot
Bagi saya yang baru saja membaca buku misteri anak berjudul Peti Misterius, saya punya pandangan plot buku ini ada sedikit kemiripan dengan buku tersebut. Bedanya cuma pada rumahnya saja sih, ditempati selamanya dan disewa. Juga objek horornya pula; peti dan kamera. Back to the topic, novel karya Mbak Ruwi Meita ini memang plotnya tidak njlimet, linier lurus dan tidak terlalu banyak menyimpan tanda tanya. Malah bisa dibilang seperti film-film horor remaja, kenapa bisa bilang gitu? Saya menemukan premis hantu yang musnah karena benda keramatnya dihancurkan, terus tentang tumbal pesugihan, terus juga tentang hantu yang sebenarnya hadir untuk memberitahu ada hantu lain yang lebih berbahaya, itu semua sejujurnya adalah klise. Dan untung saja itu semua terselamatkan dengan tidak tebalnya buku ini, agaknya meminimalisir dengan cepat kebosanan dan rasa penasaran yang tercipta.

Penokohan
Yang diexplore secara dalam adalah karakter Anabel yang keras kepala, dan sudut pandang tersebut datang dari perkataan orang lain. Untuk karakter lain saya rasa tidak terlalu digali. Seperti Sigi yang usil, penjaga vila yang misterius, dan lain-lain. Apa karena buku ini sudah sejak awal disetting untuk tidak terlalu tebal jadi penokohannya difokuskan hanya pada satu karakter saja? Entahlah ....

Setting
Menurut saya, nuansa setting tempat yang mengambil Dieng Plateu disajikan begitu minim. Nuansa setting tempat yang ditekankan di sini adalah vila milik Pak Harta Wijaya, bos ayahnya Anabel.

Amanah
Sepertinya penulis buku ini yaitu Mbak Ruwi Meita ingin menyampaikan pada pembacanya bahwa 'tidak ada keberhasilan yang bisa dicapai lewat jalan pintas', juga 'kebaikan selalu mengalahkan kejahatan'. Dua pesan itu cukup tajam pas saya sadari ending buku ini yang begitu membuat saya (sebenarnya) tidak terlalu tercengang. 

Intinya buku ini lumayan bikin saya merinding tetapi entah kenapa jujur tidak sampai membuat saya melipir ke level sebagaimana buku ini katakan 'takut'. Mungkin karena kreativitas yang terangkum di dalamnya disajikan begitu terbatas kali ya? Namun tak apa-apa, buku ini lumayan menghibur karena mewarnai genre sastra gelap dan mencekam di belantika perbukuan Indonesia. Overall, semoga di seri lainnya lebih horor ya? BTW, ada yang mau ngasih gretong Tujuh Hari di Vila Mencekam, Apartemen Berhantu, atau Bisikan Kotak Musik? Hehe .... Ngarep.com ....[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Ulasan Novel Sang Keris (Panji Sukma)

JUDUL: SANG KERIS PENULIS: PANJI SUKMA PENERBIT: GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA TEBAL: 110 HALAMAN TERBIT: CETAKAN PERTAMA, FEBRUARI 2020 PENYUNTING: TEGUH AFANDI PENATA LETAK: FITRI YUNIAR SAMPUL: ANTARES HASAN BASRI HARGA: RP65.000 Blurb Kejayaan hanya bisa diraih dengan ilmu, perang, dan laku batin. Sedangkan kematian adalah jalan yang harus ditempuh dengan terhormat. Matilah dengan keris tertancap di dadamu sebagai seorang ksatria, bukan mati dengan tombak tertancap di punggungmu karena lari dari medan laga. Peradaban telah banyak berkisah tentang kekuasaan. Kekuasaan melahirkan para manusia pinilih, dan manusia pinilih selalu menggenggam sebuah pusaka. Inilah novel pemenang kedua sayembara menulis paling prestisius. Cerita sebuah keris sekaligus rentetan sejarah sebuah bangsa. Sebuah keris yang merekam jejak masa lampau, saksi atas banyak peristiwa penting, dan sebuah ramalan akan Indonesia di masa depan. *** “Novel beralur non-linier ini memecah dirinya dalam banyak bab panja

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)