Langsung ke konten utama

Review Ping! A Message from Borneo






Judul: Ping! A Message from Borneo
Penulis: Riawani Elyta dan Shabrina WS
Editor: Dila Maretihaq Sari
Jumlah halaman: x+142 halaman
Penerbit: Bentang Belia
Cetakan Pertama: Maret 2012

Didaulat sebagai juara satu Lomba Novel 30 Hari 30 Buku penerbit Bentang Belia, novel remaja satu ini memberikan pandangan berbeda tentang kehidupan remaja dan isu lingkungan. Pantas saja, karena novel yang tak begitu tebal ini ditulis oleh dua orang penulis plus konten di dalamnya pun terdiri dari dua sudut pandang yang mengangkat problematika miris perusakan lingkungan.

 Karya sastra ringan yang apik, memadukan antara literatur remaja dengan fabel. Diolah dengan sangat lincah oleh kedua penulisnya yang belum pernah tatap muka langsung. Dibalut dengan cover yang adem, mengilustrasikan tokoh-tokoh yang ada di dalam novel ini, harus dibilang sekali lagi covernya simple dengan perpaduan kartun plus warna hijau tua yang dominan menyejukkan.

Kisah diawali dengan bab pembuka berjudul Sketsa Luka, bab yang begitu miris karena dari sinilah kita akan tahu penderitaan yang dialami seekor anak orang utan yang kehilangan ibunya padahal dia masih kecil. Juga problematika yang ada di hadapannya, kerusakan hutan alias habitatnya, membuat ia terus-menerus berpikiran negatif, bahkan trauma. Dia pun merasa kesepian.

Pada bab selanjutnya, kita bisa membaca kisah Molly yang ditelpon oleh teman masa kecilnya bernama Nick, seorang bule jenius yang kuliah di program Wildlife Conservation University of Chester yang berencana akan mengajak Molly melakukan konservasi di pulau Borneo, tentu saja aksi yang akan dilakukannya adalah menyelidiki kasus yang akhir-akhir ini marak diperbincangkan yaitu kerusakan lingkungan dan misi penyelamatan orang utan di Kalimantan.

Pada bab-bab selanjutnya, dituturkanlah petualangan Molly, Nick, dan kawan Nick bernama Andy ke Kalimantan, sebuah perjalanan yang menyenangkan bagi Molly yang suka melakukan aksi penyelamatan satwa yang hampir punah. Letupan konflik terjadi saat mereka bertiga dipertemukan dengan Archie, sahabat SMA Molly yang sudah selama satu tahun berpisah, seorang putra pengusaha kelapa sawit yang menurut Molly sifatnya telah berubah sekarang. Dan tak lupa kisah tentang Karro (Ping) si anak orang utan yang melanjutkan perjuangannya melawan para pemburu, masih diceritakan dengan miris sampai akhirnya bertemu Molly sang penyelamat.

Novel ini plot ceritanya tidak begitu rumit mungkin karena kedua penulisnya sepakat ingin lebih menekankan aspek penyampain amanah yang menampar bagi pembaca novel ini kelak. Tidak terlalu banyak teka-teki sehingga mudah saja diterka endingnya. Lalu, tentang setting tempat yang mengambil kawasan Kukar juga sedikit tentang Samboja Lestari, lumayan dieksplor dengan baik. Mengalir dan jelas.

Bagaimana dengan penokohan? Molly, tokoh sentral yang (sebenarnya) mencuri perhatian pembaca karena aksinya menyelamatkan Karro, sangatlah manusiawi sifatnya karena kecintaannya terhadap lingkungan, namun ada hal yang mengganjal saat sikapnya bersinggungan dengan Archie yang ternyata sudah berubah, yang tadinya sangat akrab dengan Molly, sekarang tampak menjaga jarak karena Archie notabene adalah penerus bisnis orangtuanya yang menanamkan sikap 'apatis' terhadap lingkungan, secara tak langsung membenci Molly karena aksinya, namun tidak dijelaskan apakah ada rasa suka pada Molly atau tidak, seharusnya karakter Molly bisa ditajamkan lagi manakala ia tahu masalah di hadapannya sangat berhubungan dengan kepentingan Archie. Sedangkan Karro, sudah cukup keren dengan sikap tidak menyerahnya, juga kebimbangannya, ini sikap yang sesuai sekali karena dia memang masih tergolong kanak-kanak. Sedangkan Nick dan Andy, porsi mereka memang tak begitu banyak di novel ini. Juga seharusnya penulis bisa lebih memperuncing lagi konflik antara Archie dan Nick, terkait kedua kepentingan tokoh tersebut yang bertolak belakang.

Terkait dengan tema, novel dengan aliran ini mungkin jarang ditemui. Karena kebanyakan novel remaja menekankan tema pada lini romance yang jujur saja minim amanah yang tajam. Kehadiran novel ini seharusnya mampu melahirkan buah-buah ide di kalangan novel remaja mainstream yang ditulis penulis lain. Sudah saatnya literatur remaja di Indonesia mengangkat hal-hal krusial yang bisa jadi jarang disinggung, tidak melulu hal-hal yang klise.

Karya ini sangat direkomendasikan karena bisa dibaca oleh kalangan mana saja. Sebuah buku fiksi yang memesona karena mengkombinasikan kelincahan gaya bertutur remaja yang kekinian plus fabel yang sebenarnya mengiris-ngiris. Semoga di kesempatan lain, kedua penulisnya mampu membuat lagi karya sebagus ini. Ditunggu yah, Riawani Elyta plus Shabrina WS![]

Komentar

  1. Makasih reviewnya Dedul, makasih juga udah baca Ping :)

    BalasHapus
  2. iya sama-sama kak riawani elyta :) ditunggu novel teenlitnya lagi!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Sex/Life Season 1 (Review Sex/Life, Series Barat Bertema Dewasa)

 

Ulasan Novel Sang Keris (Panji Sukma)

JUDUL: SANG KERIS PENULIS: PANJI SUKMA PENERBIT: GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA TEBAL: 110 HALAMAN TERBIT: CETAKAN PERTAMA, FEBRUARI 2020 PENYUNTING: TEGUH AFANDI PENATA LETAK: FITRI YUNIAR SAMPUL: ANTARES HASAN BASRI HARGA: RP65.000 Blurb Kejayaan hanya bisa diraih dengan ilmu, perang, dan laku batin. Sedangkan kematian adalah jalan yang harus ditempuh dengan terhormat. Matilah dengan keris tertancap di dadamu sebagai seorang ksatria, bukan mati dengan tombak tertancap di punggungmu karena lari dari medan laga. Peradaban telah banyak berkisah tentang kekuasaan. Kekuasaan melahirkan para manusia pinilih, dan manusia pinilih selalu menggenggam sebuah pusaka. Inilah novel pemenang kedua sayembara menulis paling prestisius. Cerita sebuah keris sekaligus rentetan sejarah sebuah bangsa. Sebuah keris yang merekam jejak masa lampau, saksi atas banyak peristiwa penting, dan sebuah ramalan akan Indonesia di masa depan. *** “Novel beralur non-linier ini memecah dirinya dalam banyak bab panja

Resensi Sumur Karya Eka Kurniawan (Sebuah Review Singkat)